Selasa, 24 April 2012

Chapter 63 : Dances with Wolves


Big bad wolf.
“Bonjour, Damon. Bonjour! Wake up and smell the coffee!” Cyrus masuk tergesa ke kamar. Tutup cup coffee itu dilepasnya kemudian diletakkan di meja sebelah ranjang pria yang masih terlelap disana.
“Kamu enggak kepagian bangunin saya?” dia melenguh, merapatkan bantalnya.
“Sengaja pagian kok. After lunch bakal ada meeting semua calon sponsor acara ulang tahun majalah loh ya. As your highly-dedicated assistant, I don’t want you to be late.”
“I don’t care! Saya Chief-nya. They will wait for me.”
Tirai besar disana dibukanya. “See that big yellow thing in the sky? Yeah, the world revolves around that. Not you.”
Pria berumur tepat 30 tahun itu membuka matanya. “I’m not hiring you as my Mom. I’m hiring you cuz you’re witty and… cute.”
Cyrus melipat tangannya. “Wrong. You hired me cuz I’m the only one who have more patience and wont be sleeping with you. And yes, I’m qualified enough for this internship job. Now I beg of you, wake up!”
“You never find me attractive don’t you?” Damon beranjak bangun, melepas boxernya.
Cyrus sudah terbiasa dengan adegan ini. Tangan itu tetap terlipat tenang. Jarak berdiri mereka tinggal sejengkal. “Men have two emotions : Hungry and Horny. If you see him without an erection, make him a sandwich…”
Tas plastik itu diraihnya sebelum Damon selesai berbicara. “In this case, here, I bought you Reuben Sandwich. My treat. Happy one-month-versary to me as your personal assistant.”
Damon tersenyum lebar. “Congratulation. Saya mandi sekarang.”
“And Foxy… Thanks God I’m hiring you!”
Damon Thamrin. Cyrus masih tak mengerti kenapa dia tak boleh memanggil atasannya itu dengan panggilan ‘Boss’ apalagi ‘Pak’. Lebih tak mengerti lagi kenapa Damon memanggilnya ‘Foxy. “But hell care, he paid me good so he can even call me ‘tampon’ and I wouldn’t mind.” Rutuknya dalam hati.
Damon Thamrin. Media Mogul. Pioneer beberapa majalah gratis sekaligus pemilik utama Versus Advertising Company yang sukses didirikannya hanya dalam tiga tahun sepulangnya dari Boston.
Damon Thamrin. Tetangga satu gedung apartment. Cuma beda di kasta bedroom. Kalo Cyrus dan keluarganya tinggal di 3+1 bedroom yang memaksanya harus tidur ala sarden kaleng dengan little-sisternya, sementara Damon tinggal sendiri di penthouse atas dengan 4 kamar mubazir. “Ini beneran cuma dibuat numpuk majalah sisa kamarnya?” siriknya suatu hari.
Damon Thamrin. Pria yang menawarinya pekerjaan di elevator ketika Cyrus kebingungan harus magang dimana selama enam bulan kedepan. “Know how to operate my iPad? Great. You’re hired.”
Damon Thamrin. ABCDE. Asshole. Bisexual. Champion. Dangerous. ‘Enormous’
Ew..! Proyeksi ke’enormous’-an Damon lima menit yang lalu masih tertancap jelas di pikiran Cyrus.


Chasing Damon.
It’s all set. Papers : monthly tasks, monthly review, monthly report and sponsor catalogues. Twelve seats. Twelve people. Twelve snappy mouths. Twelve intimidating glares. And Cyrus’ getting panic. “Damon! Buruan kesini! Lunch time is over! The wolves are here! And I don’t want them to eat me alive!” desisnya dalam telepon.
“Is there any fire burning in the office?”
“No. Why?” tanya Cyrus balik.
“Then don’t friggin’ panic. Relax Foxy! Tell them I’m going to be late for… at least 30 minutes.”
Cyrus meninggikan nadanya. “It’s psychotic for sheep like me to talk peace with dozen of wolves!”
Damon terbahak diujung sana. “That’d be funny to watch.”
“Fineee. But promise me you will be here in 30 minutes!” telepon ditutup.
Langkah gontai Cyrus memasuki ruangan itu sudah tercium oleh mereka. “Jadi, bakalan telat nih diskusi bulanannya?” sambar seorang berkacamata tebal.
“Barusan Pak Damon telepon, dia bakalan telat sekitar setengah jam. Saya harap kalian maklum. Dan maaf sekali lagi.” Dua belas pasang mata mengintainya yang berdiri di ujung meja oval itu.
“Ini asistennya ga ada inisiatif buat ngingetin Pak Damon dari pagi kali yah.” Sambar yang lain.
Wanita disebelahnya menambahi, “Paling dia lupa. Payah nih.”
Hati Cyrus langsung kecut. “Thirty minutes. I promise.” Tutupnya sambil kemudian menunggu diluar ruangan.
Sepuluh menit lagi batas terlewati. Demi Tuhan, kemana siluman serigala ini! Berkali-kali telepon dari Cyrus ditutupnya. “Okay, gonna chase him with my text. Serbuan messenger!”
“DAMON, SERIOUSLY. GET YOURSELF HERE. S.O.S!” Sent.
Have you ever been scared to open a text? Your heart races, your stomach feels empty, and you just kind of stare at your phone. Now Cyrus knows how it feels.
Three minutes later. “I’ll be there in five minutes. If not, read this again. LOL.”
DUDE I just poured my friggin heart out to you and you reply ‘LOL’. I hope you get hit by a bus! Then I'll be like ‘Oh LOL’!
Rombongan itu keluar dari ruangan. “Time’s up. Tell your boss to respect our time, next time round.” Gerutu salah satu perwakilan sponsor. Dua belas pandangan sinis, dua belas kali Cyrus merasa dibantai siang itu.
“Dear Pak Boss besar, saya mengundurkan diri. Terima kasih atas kesempatan dan pembelajaran yang diberikan. Regards, your late assistant.” Ketiknya. Sent. Tapi entah kenapa hingga sore menjelang, tak ada balasan, apalagi penampakan Damon kembali ke kantor.
Cyrus makin lunglai. “Bye-bye straight-A. Bye-bye cum laude. Don’t blame me, blame that wolf.”

Lonesome Wolf.
“Ding.” Pintu itu membuka. Lantai 25. Cyrus tak berencana mengawali pembicaraan apa-apa andaikan Damon ada dikamarnya. Malam itu dia hanya ingin mengembalikan access-card menuju penthousenya sekaligus iPad pribadi Damon yang dipasrahkan padanya. That’s all.
Selalu begini. Semua lampu lupa dinyalakan. Sepatu tergeletak terpisah jauh. “Sepatu? Crap! He’s here!” Cyrus ingin segera pergi tapi lampu terlanjur dinyalakannya.
“Hey Foxy.” Tatapnya nanar di ruang tengah. Masih dengan kemeja abu-abunya, Damon tersungkur disofa ‘Lazy-boy’ kesayangannya.
“So… You’ve been here all day long, huh? Sleeping? Is that what you did while I’m slaughtered by those wolves?” hardiknya, tak jadi melemah.
“Please stop thinking that you’re one step ahead.” Nada Damon terdengar lesu. “You don’t even know what I’ve been through after lunch break…”
“Whatever. I don’t care!” dia melipat tangannya.
“Yes you do.
“I do. But I’m going to act like I don’t.”
Tatapan Damon kosong. Ada semacam sunyi dan gelap disana. Tak semenarik biasanya. Rambut yang biasanya disisir sleek ke belakang sekarang sudah orak-arik tak karuan.
“Damon… What is it?” Oh shoot! Why do I even ask?! Tsk!
“I lost my only kid. I lost his custody. My ex-wife won him. I swear I fought him till my last blood, but I lose. And I hate it myself for it.” Rahang Damon tergetar menahan isakan. Hati Cyrus mulai kecut lagi.
“Kamu tahu, Foxy? Kamar terbesar di ruangan ini sudah saya desain dan dedikasikan untuknya. Untuk Vermon. Sudah saya bayangkan bakal menghabiskan banyak waktu bersamanya disana. Now it’s falling apart.” Cyrus tak tahu harus apa. Hanya bisa tertunduk.
Vermon… That cute three-years-old chubby boy. Cyrus hanya melihatnya sekali dan sudah gemas dibuatnya. Satu-satunya mahluk yang bisa menjungkirbalikkan ego Damon detik itu juga. Satu-satunya mahluk yang ingin dibahagiakan Damon.
Damon pernah bercerita, Vermon adalah buah dari perjodohan dirinya dengan Veronica-powerful businesswoman- empat tahun silam. The reason why they get divorced? Because Veronica finally knows his husband is a werewolf : half into girls, half into boys. Cyrus curiga, jangan-jangan ini excuse yang dipakai Veronica untuk bercerai sekaligus memenangkan Vermon ke para juri.
“We never really loved each other, to be honest. We even call it ‘arrangement’… Not marriage. But I tried to stay in the picture. Karena Vermon. Hanya karena dia.” Tukasnya sebulan silam di mobil, dalam perjalanan menemani Boss barunya ke sidang.
Damon merebahkan dirinya di karpet kamarnya, diikuti Cyrus yang entah mengapa ikut merasa iba. “You know what Damon.. In our society, leaving a baby with daddy is just one step above leaving the kids to be raised by wolves… or apes.” Hiburnya.
Senyum kecil itu hadir. “You witty! Yeah hope you are right. How I wish Veronica raises Vermon well.”
Dua mahluk itu bersama menatap chandelier langit-langit. “Foxy… I’m deeply sorry about that meeting. I swear I didn’t mean it.”
“You evil! How dare you! Promise me you wont do that again!”
“I’ll tell you a secret… If you live among wolves, you have to act like a wolf.”
Untuk kedua kalinya mereka tertawa berbarengan. “And you don’t have to worry bout the wolves. Saya sudah minta maaf secara personal kok. Dua hari lagi meeting ulang yah. Kamu ambil iPad dan masukkan ke daftar re-scheduled.”
“Bossy like usual. Welcome back big bad wolf.”
“Here, lay on my shoulder.”
“As a friend?” Cyrus memastikan.
“As a friend. As long as you’re still my assistant. Ga jadi resign kan?”
Goddamit! He reads it! “I still want to get that cum-laude, Pak Boss...”
“I’ll make sure you’re gonna have it, Foxy. Don’t worry. I may not show it, but I care about you, a lot more than you think.”
Malam itu Cyrus terlalu lelah. Dan empuknya bahu bidang Damon membuatnya menyerah hingga tertidur pulas dikarpet.
Damon hanya bisa melamun hingga larut. Hingga pikirannya lelah sendiri dan tertidur.
There are nights when the wolves are silent, and only the moon howls…

By.C