Minggu, 16 Mei 2010

Chapter 24 : God be Mercy

13 May 2010

 

Cyrrus lagi dekat dengan putra altar sebuah gereja.

Dan kita seperti, “What? Sejak kapan surga sama neraka jadi satu kompleks? ketika orang itu dikenalkan pada kami.

What is this? Another practical joke? Ini anak kok suka yang beginian tiba-tiba.

“And he is Gay.” Yeah we know, Cy. And he’s religious. And in the next five minutes, he will talk about bible. I feel like the judgment day is near. Really, I could hear Gabriel's singing and mocking at us, the sinner. LoL

Benar saja. Dia tiba-tiba berubah menjadi sosok penghakim yang mencerca kami seperti kami ini lebih hina dari pembunuh. OH LORD.. Padahal dia sendiri juga gay.

Saya memilih diam. Bukan mengalah, tapi karena diskusi tentang agama, dari sebelum masehi sampai sekarang, enggak ada selesainya. 

It seems like we are killing each other to see who got a better imaginary friend.

Tapi tidak dengan Keith. “Look, Father. I believe in God, only I spell it nature.”

“Kapan kamu terakhir ke gereja, Keith?” tanya si Roman.

“Hei. I’m a good boy! I respect my single mother, love my environment! So why should I spend half of my Sunday hearing about how I’m going to hell?” bantah Keith. MANTAP !!

Bisa ga sih hidup kita ini dipisahin dari hal-hal macam begituan? 

Sex is sex. Religion is religion. Jangan di mix dong.

Bukan berarti saya tidak percaya pada hal-hal religius atau semacamnya, tapi haruskah? Kalau tidak? Kenapa? Toh juga yang nanggung dosa saya kok.

Saya jadi ingat seorang Father bijak pernah bilang : KALAU ADA ORANG YANG NGEJUDGE KAMU, BERARTI DIA SENDIRI BELUM BERES.. Kenapa? Karena dia menghindari membereskan dirinya sendiri dengan membereskan urusan orang lain.

I spent my elementary and junior hi-school on a Catholic school. Then my 10th grade on a very conservative Christian school. And took Buddhist class on Campus. But then I interested and learned about Moslem for months.

Tau enggak ujung-ujungnya saya gimana? Endingnya saya enggak milih semua agama. Karena merasa diri sendiri belum pantas memeluk agama. 

Saya masih penuh rasa duniawi, masih makan daging, suka makan babi, dan belum sanggup kalo disuruh jadi pertapa moksa.

Jadi daripada tiap ibadah berdoa setengah hati, akhirnya saya memilih mundur untuk sementara. Nanti kalau hati sudah tenang dan siap, baru saya pilih satu.

Orang tua saya setuju saja saya mau masuk agama apapun, ataupun tidak masuk satu agamapun. Karena mereka sendiri mengerti konsep manusia seharusnya : THE WORLD HAS TWO CLASSES OF MEN-  THE KIND MEN WITHOUT RELIGION, AND RELIGIOUS MEN WITHOUT KIND HEART.

So.. which one do you want to be?

---

Oh God, Have a Mercy on us.. 

Kami ini bukannya durhaka padamu. Tapi kami sendiri bingung apa yang harus kami lakukan sementara milyaran orang disekitar kami berperang karena masalah agama dan keyakinan. Kami memilih diam, Tuhan.

Saya bertanya-tanya, bagaimana sibuknya surga disana menghadapi doa dari milyaran mahluk hidup di bumi :

Bayangkan bila kita pada saat BERDOA 

kita mendengar jawaban ini :

 

"Terima kasih Anda telah menghubungi Rumah Tuhan. Pilihlah salah satu:

 

...tekan 1 untuk meminta;

 

...tekan 2 untuk mengucap syukur;

 

...tekan 3 untuk mengeluh;

 

...tekan 4 untuk permintaan lainnya."

 

Mungkin Tuhan sudah malas menjawab telepon kita.

 

---

“Kamu tidak takut Tuhan melihat segala tingkah dan perbuatanmu di dunia?” tanya Roman pada kami bertiga.

Saya hanya mantab menjawab :

“If God is watching us, the least we can do is entertaining.”

 

By.C

Tidak ada komentar: