Big bad
wolf.
“Bonjour, Damon. Bonjour! Wake up and
smell the coffee!” Cyrus masuk tergesa ke kamar. Tutup cup coffee itu
dilepasnya kemudian diletakkan di meja sebelah ranjang pria yang masih terlelap
disana.
“Kamu enggak kepagian bangunin saya?” dia
melenguh, merapatkan bantalnya.
“Sengaja pagian kok. After lunch bakal
ada meeting semua calon sponsor acara ulang tahun majalah loh ya. As your highly-dedicated
assistant, I don’t want you to be late.”
“I don’t care! Saya Chief-nya. They will
wait for me.”
Tirai besar disana dibukanya. “See that
big yellow thing in the sky? Yeah, the world revolves around that. Not you.”
Pria berumur tepat 30 tahun itu membuka
matanya. “I’m not hiring you as my Mom. I’m hiring you cuz you’re witty and…
cute.”
Cyrus melipat tangannya. “Wrong. You
hired me cuz I’m the only one who have more patience and wont be sleeping with
you. And yes, I’m qualified enough for this internship job. Now I beg of you,
wake up!”
“You never find me attractive don’t you?”
Damon beranjak bangun, melepas boxernya.
Cyrus sudah terbiasa dengan adegan ini.
Tangan itu tetap terlipat tenang. Jarak berdiri mereka tinggal sejengkal. “Men
have two emotions : Hungry and Horny. If you see him without an erection, make
him a sandwich…”
Tas plastik itu diraihnya sebelum Damon
selesai berbicara. “In this case, here, I bought you Reuben Sandwich. My treat.
Happy one-month-versary to me as your personal assistant.”
Damon tersenyum lebar. “Congratulation.
Saya mandi sekarang.”
“And Foxy… Thanks God I’m hiring you!”
Damon Thamrin. Cyrus masih tak mengerti
kenapa dia tak boleh memanggil atasannya itu dengan panggilan ‘Boss’ apalagi
‘Pak’. Lebih tak mengerti lagi kenapa Damon memanggilnya ‘Foxy. “But hell care,
he paid me good so he can even call me ‘tampon’ and I wouldn’t mind.” Rutuknya
dalam hati.
Damon Thamrin. Media Mogul. Pioneer
beberapa majalah gratis sekaligus pemilik utama Versus Advertising Company yang
sukses didirikannya hanya dalam tiga tahun sepulangnya dari Boston.
Damon Thamrin. Tetangga satu gedung
apartment. Cuma beda di kasta bedroom. Kalo Cyrus dan keluarganya tinggal di
3+1 bedroom yang memaksanya harus tidur ala sarden kaleng dengan
little-sisternya, sementara Damon tinggal sendiri di penthouse atas dengan 4
kamar mubazir. “Ini beneran cuma dibuat numpuk majalah sisa kamarnya?” siriknya
suatu hari.
Damon Thamrin. Pria yang menawarinya
pekerjaan di elevator ketika Cyrus kebingungan harus magang dimana selama enam
bulan kedepan. “Know how to operate my iPad? Great. You’re hired.”
Damon Thamrin. ABCDE. Asshole. Bisexual.
Champion. Dangerous. ‘Enormous’
Ew..! Proyeksi ke’enormous’-an Damon lima
menit yang lalu masih tertancap jelas di pikiran Cyrus.
Chasing
Damon.
It’s all set. Papers : monthly tasks,
monthly review, monthly report and sponsor catalogues. Twelve seats. Twelve
people. Twelve snappy mouths. Twelve intimidating glares. And Cyrus’ getting
panic. “Damon! Buruan kesini! Lunch time is over! The wolves are here! And I
don’t want them to eat me alive!” desisnya dalam telepon.
“Is there any fire burning in the
office?”
“No. Why?” tanya Cyrus balik.
“Then don’t friggin’ panic. Relax Foxy!
Tell them I’m going to be late for… at least 30 minutes.”
Cyrus meninggikan nadanya. “It’s psychotic
for sheep like me to talk peace with dozen of wolves!”
Damon terbahak diujung sana. “That’d be
funny to watch.”
“Fineee. But promise me you will be here
in 30 minutes!” telepon ditutup.
Langkah gontai Cyrus memasuki ruangan itu
sudah tercium oleh mereka. “Jadi, bakalan telat nih diskusi bulanannya?” sambar
seorang berkacamata tebal.
“Barusan Pak Damon telepon, dia bakalan
telat sekitar setengah jam. Saya harap kalian maklum. Dan maaf sekali lagi.”
Dua belas pasang mata mengintainya yang berdiri di ujung meja oval itu.
“Ini asistennya ga ada inisiatif buat
ngingetin Pak Damon dari pagi kali yah.” Sambar yang lain.
Wanita disebelahnya menambahi, “Paling
dia lupa. Payah nih.”
Hati Cyrus langsung kecut. “Thirty
minutes. I promise.” Tutupnya sambil kemudian menunggu diluar ruangan.
Sepuluh menit lagi batas terlewati. Demi
Tuhan, kemana siluman serigala ini! Berkali-kali telepon dari Cyrus ditutupnya.
“Okay, gonna chase him with my text. Serbuan messenger!”
“DAMON, SERIOUSLY. GET YOURSELF HERE.
S.O.S!” Sent.
Have you ever been scared to open a text?
Your heart races, your stomach feels empty, and you just kind of stare at your
phone. Now Cyrus knows how it feels.
Three minutes later. “I’ll be there in
five minutes. If not, read this again. LOL.”
DUDE I just poured my friggin heart out
to you and you reply ‘LOL’. I hope you get hit by a bus! Then I'll be like ‘Oh
LOL’!
Rombongan itu keluar dari ruangan.
“Time’s up. Tell your boss to respect our time, next time round.” Gerutu salah
satu perwakilan sponsor. Dua belas pandangan sinis, dua belas kali Cyrus merasa
dibantai siang itu.
“Dear Pak Boss besar, saya mengundurkan
diri. Terima kasih atas kesempatan dan pembelajaran yang diberikan. Regards,
your late assistant.” Ketiknya. Sent. Tapi entah kenapa hingga sore menjelang,
tak ada balasan, apalagi penampakan Damon kembali ke kantor.
Cyrus makin lunglai. “Bye-bye straight-A.
Bye-bye cum laude. Don’t blame me, blame that wolf.”
Lonesome
Wolf.
“Ding.” Pintu itu membuka. Lantai 25.
Cyrus tak berencana mengawali pembicaraan apa-apa andaikan Damon ada
dikamarnya. Malam itu dia hanya ingin mengembalikan access-card menuju
penthousenya sekaligus iPad pribadi Damon yang dipasrahkan padanya. That’s all.
Selalu begini. Semua lampu lupa
dinyalakan. Sepatu tergeletak terpisah jauh. “Sepatu? Crap! He’s here!” Cyrus
ingin segera pergi tapi lampu terlanjur dinyalakannya.
“Hey Foxy.” Tatapnya nanar di ruang
tengah. Masih dengan kemeja abu-abunya, Damon tersungkur disofa ‘Lazy-boy’
kesayangannya.
“So… You’ve been here all day long, huh?
Sleeping? Is that what you did while I’m slaughtered by those wolves?”
hardiknya, tak jadi melemah.
“Please stop thinking that you’re one
step ahead.” Nada Damon terdengar lesu. “You don’t even know what I’ve been
through after lunch break…”
“Whatever. I don’t care!” dia melipat
tangannya.
“Yes you do.
“I do. But I’m going to act like I
don’t.”
Tatapan Damon kosong. Ada semacam sunyi
dan gelap disana. Tak semenarik biasanya. Rambut yang biasanya disisir sleek ke
belakang sekarang sudah orak-arik tak karuan.
“Damon… What is it?” Oh shoot! Why do I
even ask?! Tsk!
“I lost my only kid. I lost his custody.
My ex-wife won him. I swear I fought him till my last blood, but I lose. And I
hate it myself for it.” Rahang Damon tergetar menahan isakan. Hati Cyrus mulai
kecut lagi.
“Kamu tahu, Foxy? Kamar terbesar di
ruangan ini sudah saya desain dan dedikasikan untuknya. Untuk Vermon. Sudah
saya bayangkan bakal menghabiskan banyak waktu bersamanya disana. Now it’s
falling apart.” Cyrus tak tahu harus apa. Hanya bisa tertunduk.
Vermon… That cute three-years-old chubby
boy. Cyrus hanya melihatnya sekali dan sudah gemas dibuatnya. Satu-satunya
mahluk yang bisa menjungkirbalikkan ego Damon detik itu juga. Satu-satunya
mahluk yang ingin dibahagiakan Damon.
Damon pernah bercerita, Vermon adalah
buah dari perjodohan dirinya dengan Veronica-powerful businesswoman- empat
tahun silam. The reason why they get divorced? Because Veronica finally knows
his husband is a werewolf : half into girls, half into boys. Cyrus curiga,
jangan-jangan ini excuse yang dipakai Veronica untuk bercerai sekaligus
memenangkan Vermon ke para juri.
“We never really loved each other, to be
honest. We even call it ‘arrangement’… Not marriage. But I tried to stay in the
picture. Karena Vermon. Hanya karena dia.” Tukasnya sebulan silam di mobil,
dalam perjalanan menemani Boss barunya ke sidang.
Damon merebahkan dirinya di karpet kamarnya,
diikuti Cyrus yang entah mengapa ikut merasa iba. “You know what Damon.. In our
society, leaving a baby with daddy is just one step above leaving the kids to
be raised by wolves… or apes.” Hiburnya.
Senyum kecil itu hadir. “You witty! Yeah
hope you are right. How I wish Veronica raises Vermon well.”
Dua mahluk itu bersama menatap chandelier
langit-langit. “Foxy… I’m deeply sorry about that meeting. I swear I didn’t
mean it.”
“You evil! How dare you! Promise me you
wont do that again!”
“I’ll tell you a secret… If you live
among wolves, you have to act like a wolf.”
Untuk kedua kalinya mereka tertawa
berbarengan. “And you don’t have to worry bout the wolves. Saya sudah minta
maaf secara personal kok. Dua hari lagi meeting ulang yah. Kamu ambil iPad dan
masukkan ke daftar re-scheduled.”
“Bossy like usual. Welcome back big bad
wolf.”
“Here, lay on my shoulder.”
“As a friend?” Cyrus memastikan.
“As a friend. As long as you’re still my
assistant. Ga jadi resign kan?”
Goddamit! He reads it! “I still want to
get that cum-laude, Pak Boss...”
“I’ll make sure you’re gonna have it,
Foxy. Don’t worry..”
Malam itu Cyrus terlalu lelah. Dan
empuknya bahu bidang Damon membuatnya menyerah hingga tertidur pulas dikarpet.
Damon hanya bisa melamun hingga larut.
Hingga pikirannya lelah sendiri dan tertidur.
There are nights when the wolves are
silent, and only the moon howls…
By.C